ikl-s-1

ikl-fit

Rabu, 02 Mei 2012

Tabloid jadi majalah mahardika


Tanggal 1 September 1998 adalah lahirnya media tabloid Gema Mahardika, dengan bekal SIUPP yang baru keluar dengan No 417/SK/MENPEN/SIUPP/98 dibawah Yayasan Gema Mahardika Persada. Ber alamat di Jl Dipatiukur Kp Haurmekar No A28 Kota Bandung 40133. Terbit perdana mencetak 12 000 exp di Goldenweb, pada saat itu kalangan pers di Jawa Barat sempat tercengan dengan munculnya media baru, karena memang sejak kepemimpinan presiden Soeharto Siupp tidak ada lagi yang bisa keluar. Walaupun koran koran atau penerbit yang sudah melintang tidak bisa memperoleh SIUPP karena terbentur oleh berbagai kepentingan dan suasana politik saat itu.
Setelah perubahan dan negeri ini diguncang moneter, akhirnya melalui Menteri penerangan yang baru dikucurkanlah (dipermudah) memperoleh SIUPP. Saat itulah satu persatu media cetak mulai menggeliat dan memjamur koran maupun tabloid di seluruh indonesia. Bursa koran pun sempat terguncang, seolah terganggu media yang bermunculan. Dekimian juga wartawan cukup banyak dengan tidak ditopang oleh sumberdaya manusia yang kurang memadai. Apalagi pemerintah mensyaratkan bahwa setiap media yang memiliki wartawan diwajibkan untuk masuk ornanisasi profesi wartawan, sedangkan di indonesia hanya ada satu organisasi wartawan yaitu PWI (persatuan wartawan indonesia).
Dari hal tersebut akhirnya pemerintah juga membuka bebas bagi wartawan untuk mendirikan organisasi profesi wartawan yang sejenis, begitu dibebaskannya mendirikan organisasi sejenis, bermunculanlah organinasi sejenis di luar PWI. Para anggotanya ada yang mantan anggota PWI banyak juga yang tadinya sulit masuk PWI karena berbagai persyaratan dan lain halnya. Bermunculannya wartawan dari media baru, jumlah wartawan yang biasa meliput di berbagai kejdian maupun tempat tempat tertentu jadi membludak, bahkan yang status wartawan kini media elektronikpun (radio) bisa memiliki wartawan karena kebutuhan berita penyiaran. Jangan heran kalau di suatu acara para wartawan bisa muncul ratusan,konon yang kewalahan biasanya pemilik acara atau para pejabat yang diminta untuk diwawancara. Itulah dunia jurnalis yang tiba tiba membludak, ternyata membludaknya para pencari berita itu lambat laun menghilang karena harus berkompetisi dengan wartawan yang sudah malang melintang, sekaligus hilangnya media baru satu persatu karena tidak tahan memodali biaya cetak.
Bermunculannya media cetak dan media elektronika, informasi sudah tidak bisa dibendung dan ditahan lagi oleh pemerintah, perusahaan swasta terutama pemberitaan yang dapat merugikan kepentingan pemerintah dan perusahaan. "Gerah" mulai dirasakan oleh berbagai pihak, betapa tidak media adalah corong yang langsung bisa diketahui oleh masyarakat banyak. Terutama berita yang sensitif atau berita yang isinya memprofokasi yang menyebabkan khalayak antipati, baik terhadap individu seseorang maupun kelembagaan. Dari "ke gerahan" tersebut akhirnya lahir pula UU Pers No. 21 Tahun 1982 menjadi UU No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers. Baik buruknya atau kurang dan tidaknya dan masih banyak berbagai pendapat U U ini jarang dipergunakan, karena pihak penegak hukum lebih condong mempergunakan KUHP. Apabila ada akibat dari pemberitaan yang dapat atau dianggap merugikan institusi maupun individu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan tulis komentar anda

ikl tengah