ikl-s-1

ikl-fit

Tampilkan postingan dengan label majalah mahardika. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label majalah mahardika. Tampilkan semua postingan

Senin, 13 Mei 2013

Haurmekar a28 tempat kost


Walau pun beberapa fakultas di Unpad sudah pindah ke kampus di Jatinangor, peminat kost para mahasiswa tetap terbilang kekuarangan, terutama mereka yang senang tinggal bersama penduduk setempat.

 Sudah lumrah setiap dekat kampus, pusat perdagangan, kuliner dan tempat keramaian, pasti disitu tumbuh berbagai "penginapan" bulanan alias tempat bermukim sementara biasa disebut tempat kost atau kontrak kamar. Baik yang tahunan maupun yang bulanan, tumbuh subur di lokasi lokasi tersebut, salah satunya di kawasan pemukiman penduduk Haurmekar, hampir 90% semua rumah penduduk beralih fungsi menjadi tempat kost. Walaupun setiap bulan ada saja yang merombak (rehab) rumah penduduk menjadi tempat kost tetap saja yang mencari kamar selalu ada setiap harinya, pertanda masih tetap berkurang.

Padahal di kawasan atau seputaran Unpad, Fikom, ITB dan pusat perbelanjaan ada ribuat kamar tersedia. Memang menggiurkan, memiliki puluhan kamar. Betapa tidak setiap kamar tidak ada yang harganya dibawah Rp 300.000/bulan, dalam keadaan kamar kosong. Banyak tempat kost yang menyediakan kamar kost sudah terisi komplit, seperti kasur, bantal guling, lemari, meja belajar dan satu unit komputer, tv, kamar mandi di dalam, sambungan internet, tv kabel dan fasilitas lainnya. Harganya disesuaikan rata rata yang komplit mencai Rp1,5 juta/bulan. Kalau masuk mobil bisa mencapai Rp2 juta. Sedangkan di dalam gang kecil yang masuk motor dan tempat parkir rata rata Rp 400.000/bulan. Biasanya para pengontrak, menginginkan kamar mandi di dalam terpisah dengan pengontrak lainnya, dan harganya yang fasilitas seperti ini hanya Rp400.000/bulan. Di kawasan Haurmekar, Haurpancuh, kini sudah jarang kamar tanpa kamar mandi sendiri rata rata tersedia kamar mandi sendiri bahkan listrik punbayar sendiri. Jadi para pengontrak sudah dipermudah dan keamanan biasanya terjamin, karena para pemilik rumah sudah menyediakan keamanan masing masing ditambah keamanan 24 jam mempergunakan cctv. Seperti di tempat kost haurmekar a28, setiap kamar yang berukuran 3x2 meter itu dilengkapi cctv,kemanan terjamin,kamar mandi tersendiri, hanya ditarik bayaran Rp400.000/bulan. Selain kawasan di haurmekar juga kawasan haurpancuh, hampir semua rumah alih fungsi menjadi tempat kost. Memang menjanjikan memiliki banyak tempat kost, setiap bulan hanya duduk manis dan terima uang, tanpa ada pajak retribusi dari pemerintah sebagaimana losmen dan penginapan. Tidak heran kawasan ini sering dilirik oleh mereka yang bermodal besar dengan membeli dan membangun puluhan kamar, dan ini pun lolos dari retribusi pemerintah. Entah apa masalahnya hingga sulit untuk dipajak.

Sabtu, 18 Agustus 2012

Veteran Jangan Dilupakan


Vetran pejuang sering mengalami berbagai kesulitan, apabila kalau sudah menghadapi kerasnya hidup di jaman kemerdekaan yang pernah diperjuangkan tempo doeloe. Bahkan mereka hanya dipandang sebagai pensiunan saja dan cukup menerima santunan alakadarnya. Padahal mereka wajar kalau mendapat perlakuan istimewa dari negara. Masih banyak para anggota veteran yang belum memiliki rumah, hidupnya menempati kamar kontrakan ke kontrakan lainnya. Bahkan ada juga yang di usir pemerintah karena dengan alsan rumahnya diperlukan orang lain. Terlepas dari itu semua dan berbagai alasan kebijakan pemerintah yang berkuasa, mereka hanya bisa mengelus dada dengan harapan perhatikan kesejahteraan semasa hidup. Karena hanya tinggal beberapa ribu saja para veteran yang masih hidup.

Rabu, 02 Mei 2012

Tabloid jadi majalah mahardika


Tanggal 1 September 1998 adalah lahirnya media tabloid Gema Mahardika, dengan bekal SIUPP yang baru keluar dengan No 417/SK/MENPEN/SIUPP/98 dibawah Yayasan Gema Mahardika Persada. Ber alamat di Jl Dipatiukur Kp Haurmekar No A28 Kota Bandung 40133. Terbit perdana mencetak 12 000 exp di Goldenweb, pada saat itu kalangan pers di Jawa Barat sempat tercengan dengan munculnya media baru, karena memang sejak kepemimpinan presiden Soeharto Siupp tidak ada lagi yang bisa keluar. Walaupun koran koran atau penerbit yang sudah melintang tidak bisa memperoleh SIUPP karena terbentur oleh berbagai kepentingan dan suasana politik saat itu.
Setelah perubahan dan negeri ini diguncang moneter, akhirnya melalui Menteri penerangan yang baru dikucurkanlah (dipermudah) memperoleh SIUPP. Saat itulah satu persatu media cetak mulai menggeliat dan memjamur koran maupun tabloid di seluruh indonesia. Bursa koran pun sempat terguncang, seolah terganggu media yang bermunculan. Dekimian juga wartawan cukup banyak dengan tidak ditopang oleh sumberdaya manusia yang kurang memadai. Apalagi pemerintah mensyaratkan bahwa setiap media yang memiliki wartawan diwajibkan untuk masuk ornanisasi profesi wartawan, sedangkan di indonesia hanya ada satu organisasi wartawan yaitu PWI (persatuan wartawan indonesia).
Dari hal tersebut akhirnya pemerintah juga membuka bebas bagi wartawan untuk mendirikan organisasi profesi wartawan yang sejenis, begitu dibebaskannya mendirikan organisasi sejenis, bermunculanlah organinasi sejenis di luar PWI. Para anggotanya ada yang mantan anggota PWI banyak juga yang tadinya sulit masuk PWI karena berbagai persyaratan dan lain halnya. Bermunculannya wartawan dari media baru, jumlah wartawan yang biasa meliput di berbagai kejdian maupun tempat tempat tertentu jadi membludak, bahkan yang status wartawan kini media elektronikpun (radio) bisa memiliki wartawan karena kebutuhan berita penyiaran. Jangan heran kalau di suatu acara para wartawan bisa muncul ratusan,konon yang kewalahan biasanya pemilik acara atau para pejabat yang diminta untuk diwawancara. Itulah dunia jurnalis yang tiba tiba membludak, ternyata membludaknya para pencari berita itu lambat laun menghilang karena harus berkompetisi dengan wartawan yang sudah malang melintang, sekaligus hilangnya media baru satu persatu karena tidak tahan memodali biaya cetak.
Bermunculannya media cetak dan media elektronika, informasi sudah tidak bisa dibendung dan ditahan lagi oleh pemerintah, perusahaan swasta terutama pemberitaan yang dapat merugikan kepentingan pemerintah dan perusahaan. "Gerah" mulai dirasakan oleh berbagai pihak, betapa tidak media adalah corong yang langsung bisa diketahui oleh masyarakat banyak. Terutama berita yang sensitif atau berita yang isinya memprofokasi yang menyebabkan khalayak antipati, baik terhadap individu seseorang maupun kelembagaan. Dari "ke gerahan" tersebut akhirnya lahir pula UU Pers No. 21 Tahun 1982 menjadi UU No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers. Baik buruknya atau kurang dan tidaknya dan masih banyak berbagai pendapat U U ini jarang dipergunakan, karena pihak penegak hukum lebih condong mempergunakan KUHP. Apabila ada akibat dari pemberitaan yang dapat atau dianggap merugikan institusi maupun individu.

ikl tengah