Purwokerto, (MAHARDIKA) – Semiloka Penguatan Kelembagaan Masyarakat belum lama ini telah dilangsungkan di Baturraden, diikuti oleh para tokoh masyarakat, Akademisi, Wartawan, Generasi Nuda dan Lain-lain. Narasumber dari Dishubkominfo Propinsi Jawa Tengah dan Komisi Informasi Publik Jawa Tengah. Bertindak sebagai nara sumber adalah Iriyanto, Eryl, H. Ahmad Labib SE MM. Amin Sar Manihuruk dan Rahmulyo Adiwibowo SH MH, sedangkan moderator Bona Ventura dan A. Zaeny Bisri SE. Pada kegiatan tersebut narasumber memaparkan, Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik ( KIP ) mulai berlaku efektif 1 Mei 2010. Sejak diterbitkannya UU tersebut maka hak masyarakat untuk tahu segala sesuatu yang berkaitan dengan informasi publik dijamin UU. Informasi publik tidak boleh ada yang ditutupi untuk diakses masyarakat, kecuali informasi yang dirahasiakan atau info yang dikecualikan.
Pasal 17 UU Nomor 14/2008 mengatakan informasi yang dirahasiakan atau yang dikecualikan antara lain hal-hal yang dapat mengganggu keselamatan dan keamanan Negara, hak pribadi dan kepentingan penegakkan hukum. Hal-hal yang menyangkut keselamatan kepentingan Negara perlu disepakati untuk mendapat perlindungan. Selain rumitnya persoalan, sekaligus sebagai jaminan kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara.
Badan Publik terdiri unsur lembaga legislatif, eksekutif, yudikatif dan organisasi non pemerintah yang sebagian atau seluruh sumber dana dari APBN/APBD, sumbangan masyarakat dan bantuan luar negeri wajib untuk membuka segala informasi yang berkaitan dengan penyelenggara dan penyelenggaraan Negara, diminta atau tidak diminta.
Sesuai UU Nomor 14/2008 maka yang mengawasi dan melaksanakan jaminan hukum hak masyarakat untuk tahu adalah Komisi Informasi Publik. Lembaga ini ditugasi menjalankan UU KIP dan menyelesaikan sengketa informasi publik baik dengan mediasi dan/atau ajudikasi non ligitasi.
Badan publik yang membangkang atau tidak mau memberi informasi bias kena sangsi pidana maupun perdata.. Ditegaskan pada pasal 52 UU KIP, bagi badan publik yang membangkang bias dikurung satu tahun dan/denda lima juta rupiah.
Terbitnya UU Nomor 14/2008 membuat warga Negara mempunyai posisi strategis sebagai obyek pembangunan dan subyek pembangunan. Setiap warga Negara berhak melakukan kontrol atau setidaknya berperan aktif dalam setiap rencana pembuatan program, alasan dan proses pembuatan keputusan kebijakan publik.. Efektif tidaknya pelaksanaan UU KIP tergantung peran serta masyarakat. Bila masyarakat pasif, maka UU KIP hanya berhenti sebagai pengisi katalog perpustakaan. Bila masayarakat aktif secara perorangan maupun kelompok maka bisa mewujudkan pemerintahan yang bersih, jujur, berwibawa, akuntabel bebas dari KKN.
Sejak diterbitkannya UU Nomor 18/2008 mau tidak mau, suka tidak suka Badan Publik (BP) harus melaksanakan amanat UU tersebut. BP harus membentuk Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID). PPID bertanggung jawab pengelolaan informasi di BP. Tugas BP dalam KIP ini menyediakan Informasi Publik (IP) baik yang tersedia setiap saat , secara berkala, informasi serta merta dan melayani permohonan informasi oleh masyarakat.
Peran masyarakat yang paling sederhana dengan mencermati apakah BP melaksanakan UU KIP dengan pembentukan PPID. Apakah kewajiban dagar BP menyediakan IP tersedia setiap saat/berkala yang harus diperbaharui paling lama 6 bulan sudah dilaksanakan ?. Baik melalui papan pengumuman, media massa cetak/elektronik atau website resmi milik BP. Termasuk bagaimana pelayanan BP menjawab permohonan IP oleh masyarakat. Bila di kabupaten/kota belum adaPPID, masyarakat bisa meminta informasi ke SKPD ( Satuan Kerja Perangkat Daerah ) setempat. ( Tangwin ).
MENCURI KAYU PINUS JADI URUSAN POLISI.
Purwokerto, (MAHARDIKA) – Gara-gara mencuri sebatang pohon pinus, dua warga Desa Darmaji Kecamatan Lumbir masing-masing yaitu Hari Kusnomo (38) dan Edi Cahyono (33) dilaporkan polisi oleh perhutani dan ditahan di Lapas Purwokerto.
Kedua tersangka itu dilaporkan pihak Perhutani kepada Polsek Lumbir karena kedapatam mencuri sebatang pohon pinus di hutan Perhutani petak 65 B pada 14 Oktober 2010. Kepolisian menangkap keduanya dan menetapkan sebagai tersangka kasus mpencurian dan dianggap melanggar pasal 50 (3) huruf e UU RI Nomor 41 tahun 1999 tentang kehutanan.
Menurut Administratur KPH Banyumas Barat Susilo Budi Watjono pohon pinus yang ditebamg itu memiliki diameter 130 cm dan tinggi 30 meter, ditanam sejak tahu 1974.
“ Waktu ditebang kedua tersangka keadaan pohon itu masih hidup “ jelas Susilo.
Sebenarnya, lanjut Susilo, pihaknya sudah berkali-kali melakukan pembinaan kepada masyarakat disekitar perhutani. Namun masih ada saja masyarakat yang melakukan pencurian, terbukti dengan yang dilakukan Hari Kusnomo.
Kalau dilihat dari kaca mata ekonomis mungkin harga sebatang pohon itu tidak seberapa, tetapi dari segi ekologis sangat bermanfaat.
“Bayangkan sejak mulai menanam sampai usia pohon yang 36 tahun itu “, terang Susilo.
Menyikapi kasus Hari Kusnomo dan Edi Cahyono, pihak perhutani menyerahkan kepada kepolisian. Namun secara hati nurani sebenarnya pihak perhutani memperkarakan ini sebagai efek jera. Atas desakan masyarakat dalam hal ini Tim Lembaga Penelitian Pengembangan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup (LPP-SLH) Purwokerto dan SERBU (Solidaritas Rakyat Untuk Perubahan) yang meminta agar Edi Cahyono dibebaskan dengan alas an Cuma membantu memotong kayu, akhirnya Senin 29 Nopember 2010 Edi Cahyono ditangguhkan penahanannya nsampai menunggu siding. Sedangkan Hari Kusnomo menurut rencana akan ditangguhkan pula penahanannya.
KPH Banyumas Barat menolak anggapan kalau apa yang menimpa Hari dan Edi adalah kriminalisasi terhadap Perhutani karena TKP ada dan barang bukti juga ada. ( Tangwin ).