ikl-s-1

ikl-fit

Kamis, 03 Mei 2012

Jual Gadis ABG


Penjualan para gadis remaja untuk penjaja seks di tempat tempat prostitusi dan beberapa diskotik terselubung serta panti pijat dan tempat tempat hiburan yang terselubung plus plus, kerap terjadi setiap tahunnya. Tidak jarang pihak kepolisian berhasil menangkapi para germo dan para pencari korban, tampaknya kasus seperti ini sering terjadi dan tidak pernah berhenti,karena sangat menjanjikan. Namun ada juga yang tidak tersentuh aparat karena ada pendukung lain, mulai dari sulit masuk (akses) , bocor sebelum digerebeg, adanya oknum tertentu. Salah satu kasus yang cukup besar adalah yang ditangani Polda Jawa Barat, berhasil membongkar penjual wanita remaja yang baru menginjak dewasa, rata rata berusia belasan tahun dan dijual ke negara tetangga serta dijual ke beberapa lokasi di daerah sumatera.
Mereka yang terjebak sindikat itu, tidak bisa meloloskan diri. Karena lokasi penampungan dijaga oleh anjing anjing yang siap menerkam dan hanya beberapa germo yang bisa lalulalang untuk menjual dan menarik para wanita muda untuk dijual kepada para pelanggan yang kerap selalu dijaga ketat baik pergi maupun pulang ke lokasi penampungan. Mereka bak tawanan perang hanya diperas dan diperas. Pengakuan seorang bernama Afian asal Cirebon, siapapun tidak ada harapan untuk meloloskan diri, karena penjagaan begitu ketat. Dirinya berada dalam cengkeraman itu berawal pertemuan dengan seorang wanita setengah baya di mall, saat itu baru saja lulus SMA dalam perkenalan dengan wanita yang mengaku bernama Nensi asal Jakarta, berakhir dengan kepergian ke Jakarta karena dengan iming dan harapan mendapat gajih menggiurkan. Dengan bekal beberapa perhiasan dan uang yang cukup, dan tidak ada rasa curiga akhirnya ke Jakarta. Tentunya harapan kedua orangtuanya mampu melanjutkan keinginan Afian yang baru berusia 17 tahun itu, bisa melanjutkan sekolah ke jenjang lebih atas lagi disamping bekerja. Tapi apa harapan kedua orangtuanya, kandas karena selama setahun tak ada kabar beritanya, bahkan tidak tahu keberadaan Afian. Ternyata juga, korban seperti gadis Cirebon ini bukan satu satunya, masih banyak korban lain dari daerah seputaran Jawa Barat bahkan ada yang dari Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Ternyata para gadis ABG yang terjerat germo itu, jumlahnya tidak sedikit yaitu 100 orang lebih dan sisanya sekitar 300 orang masih dalam pencarian di beberapa tempat. Pihak polisi daerah Jawa Barat berhasil membawa seratus orang lebih dalam suatu operasi besar besaran di kawasan Balai Karimun. Termasuk seorang lelaki yang disebut sebagai boss besar atau "papih" inisialnya Is Eng Pet, ya sebagai germo dan penerima uang dari hasil pendapatan para gadis gadis ABG tersebut. Afian kepada para wartawan di Mapolda Jabar mengatakan ceriteranya bagaikan di neraka, ia harus meladeni lelaki hidung belang dengan imbalan uang tetapi uang tidak bisa diambil oleh Afian ia tidak diperbolehkan menyimpan uang. Karena selain makan dan pakaian termasuk yang harus dilunasi. Selain Afian ada juga seorang gadis berusia 15 thaun juga dari Cirebon bernama Dewi Sri Ratna atau biasa dipanggil Gasriti, ia mengandung dan melahirkan seorang bayi namun bayi yang dilahirkan dijual oleh boss besar seharga Rp 3 juta. Lebih parah lagi ada beberapa orang gadis berusaha meloloskan diri namun tertangkap, ganjarannya disiksa di depan ratusan abg lainnya seolah disengaja agar tidak ada yang mencontoh bisa meloloskan diri.
Beberapa pakar hukum yang berhasil ditemui majalah ini seperti Melani SH mengatakan, hukuman yang sesuai dengan KUHP yang berkaitan dengan penjualan wanita di bawah umur sangat ringan. Menurut pasal 297 KUHP, barang siapa yang melakukan kejahatan dengan menjual wanita di bawah umur dijatuhkan hukuman selama lamanya 6 tahun penjara. Ini dianggap hukuman terlalu ringan karena tidak sesuai dengan penderitaan yang dialami oleh para ABG yang menjadi korban. Yang cocok seharusnya para pelaku kejahatan itu minimal dihukum 15 tahun penjara atau maksimal seumur hidup. Demikian juga pakar hukum lainnya bernama Indra Cahaya, SH. Mereka yang melakukan kejahatan tersebut bisa dijerat beberapa pasal KUHP, mereka selayaknya mendapat hukuman berat. Karena penjual ABG perlu dihukum berat mereka melakukan perbuatan amoral dan biadab, katanya. Inilah sekelumit kasus terbongkarnya penjualan ABG oleh Polda Jawa Barat September 1998, yang sampai saat ini tidak jelas kabar beritanya para pelaku kejahatan itu.

Rabu, 02 Mei 2012

Tabloid jadi majalah mahardika


Tanggal 1 September 1998 adalah lahirnya media tabloid Gema Mahardika, dengan bekal SIUPP yang baru keluar dengan No 417/SK/MENPEN/SIUPP/98 dibawah Yayasan Gema Mahardika Persada. Ber alamat di Jl Dipatiukur Kp Haurmekar No A28 Kota Bandung 40133. Terbit perdana mencetak 12 000 exp di Goldenweb, pada saat itu kalangan pers di Jawa Barat sempat tercengan dengan munculnya media baru, karena memang sejak kepemimpinan presiden Soeharto Siupp tidak ada lagi yang bisa keluar. Walaupun koran koran atau penerbit yang sudah melintang tidak bisa memperoleh SIUPP karena terbentur oleh berbagai kepentingan dan suasana politik saat itu.
Setelah perubahan dan negeri ini diguncang moneter, akhirnya melalui Menteri penerangan yang baru dikucurkanlah (dipermudah) memperoleh SIUPP. Saat itulah satu persatu media cetak mulai menggeliat dan memjamur koran maupun tabloid di seluruh indonesia. Bursa koran pun sempat terguncang, seolah terganggu media yang bermunculan. Dekimian juga wartawan cukup banyak dengan tidak ditopang oleh sumberdaya manusia yang kurang memadai. Apalagi pemerintah mensyaratkan bahwa setiap media yang memiliki wartawan diwajibkan untuk masuk ornanisasi profesi wartawan, sedangkan di indonesia hanya ada satu organisasi wartawan yaitu PWI (persatuan wartawan indonesia).
Dari hal tersebut akhirnya pemerintah juga membuka bebas bagi wartawan untuk mendirikan organisasi profesi wartawan yang sejenis, begitu dibebaskannya mendirikan organisasi sejenis, bermunculanlah organinasi sejenis di luar PWI. Para anggotanya ada yang mantan anggota PWI banyak juga yang tadinya sulit masuk PWI karena berbagai persyaratan dan lain halnya. Bermunculannya wartawan dari media baru, jumlah wartawan yang biasa meliput di berbagai kejdian maupun tempat tempat tertentu jadi membludak, bahkan yang status wartawan kini media elektronikpun (radio) bisa memiliki wartawan karena kebutuhan berita penyiaran. Jangan heran kalau di suatu acara para wartawan bisa muncul ratusan,konon yang kewalahan biasanya pemilik acara atau para pejabat yang diminta untuk diwawancara. Itulah dunia jurnalis yang tiba tiba membludak, ternyata membludaknya para pencari berita itu lambat laun menghilang karena harus berkompetisi dengan wartawan yang sudah malang melintang, sekaligus hilangnya media baru satu persatu karena tidak tahan memodali biaya cetak.
Bermunculannya media cetak dan media elektronika, informasi sudah tidak bisa dibendung dan ditahan lagi oleh pemerintah, perusahaan swasta terutama pemberitaan yang dapat merugikan kepentingan pemerintah dan perusahaan. "Gerah" mulai dirasakan oleh berbagai pihak, betapa tidak media adalah corong yang langsung bisa diketahui oleh masyarakat banyak. Terutama berita yang sensitif atau berita yang isinya memprofokasi yang menyebabkan khalayak antipati, baik terhadap individu seseorang maupun kelembagaan. Dari "ke gerahan" tersebut akhirnya lahir pula UU Pers No. 21 Tahun 1982 menjadi UU No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers. Baik buruknya atau kurang dan tidaknya dan masih banyak berbagai pendapat U U ini jarang dipergunakan, karena pihak penegak hukum lebih condong mempergunakan KUHP. Apabila ada akibat dari pemberitaan yang dapat atau dianggap merugikan institusi maupun individu.

Jumat, 27 April 2012

Mengenang Persib tahun 80 an koran mandala


Mengenang persib yang selalu tampil sebagai juara di era kepemimpinan Ateng Wahyudi, menjadikan persib selalu disegani oleh klub klub yang ada di negeri ini. Betapa tidak, setiap tampil persib selalu sebagai pemenang. Entah apa yang menjadikan para pemain persib saat itu sangat bersemangat, menyatu, kekeluargaan dan disiplin. Sering kali tampil di vinal dan merumput di senayan, pulang membawa piala dan kegembiraan. Padahal di era tahun 1982 an itu tidak seperti era tahun 2012, para pemain tampak dipenuhi kebutuhannya. Kalau bicara kemungkinan banyak beberapa hal yang harus dibenahi, yang jelas persib tetap persib terus berjuang meraih kejayaan tahun 1980 an hingga 1990 an.
Kejayaan persib tahun itu membuat Walikota Bandung yang saat itu dijabat oleh Ateng Wachyudi, sampai membuat sebuah patung Adjat Sudrajat yang ditempatkan di simpang empat Tamblong-Sumatera-Bungsu-Embong. Sampai kini patung itu berdiri kokoh mengingat kejayaan persib yang saat itu para pahlawannya adalah Adjat Sudrajat, Ateng Hudaya, Sukowiyono, Jajang, Robby Darwis, Encas Tonif, Dede,Yusuf Bachtiar, Suryamin, , Boyke Adam, Sobur, Iwan Sunarya dan kawan kawan lainnya, selalu bermain sportif yang tinggi. Bahkan banyak orang mengatakan, kalau bola melambung ti daerah kotak pinalti dan ada Adjat Sudrajat, walaupun dalam kemelut bola sudah dapat dipastikan Adjat Sudrajat mampu menyundul bola masuk gawang.
Kalau saja persepakbolaan di negeri ini seperti dulu menjungjung tinggi sportifitas dan kini ditambah dengan kesejahteraan yang cukup baik termasuk sejalan dengan teknologi yang semkin maju, juga para pengurusnya mampu cukup dekat dengan para pemain, dapat diyakinkan dunia si kulit bundar akan lebih enak ditonton masyarakat luas ditambah dengan supporter tidak lagi beringas. Jangan lupa lagi kepada mereka yang menjadi pengasuh seperti Indra Tohir, Sunandar, Suhendar, tampanya mereka seperti yang sudah "dilupakan" Padahal taktik dan ilmu yang membawa persib ke rumput hijau di senayan adalah mereka, tidak ada salahnya diminta pendapat atau pemberi semangat. Demikian juga mereka yang pernah berlaga di lapangan kenapa tidak dijemput saja untuk berbagi pengalaman, seperti si penjaga gawang Sobur yang jarang kebobolan (Sonnihadi)

Kamis, 26 April 2012

Wartawan perang koran HU Mandala Bandung


Untuk menjadi wartawan perang, tidak mudah seperti halnya era teknologi. Ada dana sendiri perlengkapan secukupnya, naik pesat dan turun kemudian ke lapangan. Namun di era tahu 60 an, lain lagi wartawan dipilih kemudian mendapat didikan khusus di kemiliteran. Di Kota Bandung hanya ada 4 orang. Terpilih dan dianggap memenuhi syarat dari berbagai hal termasuk fisik juga keberanian dan abdi Negara. Mereka adalah Hanxah Ibrahim (Harian Karya), Krisna Harahap (Harian Banteng), Amir Zainun “Pikiran Rakyat” dan Arifin Azman (Warta Bandung). Keberanian para wartawan ini, bukan saja masih muda dan enerjik namun juga kecintaannya kepada negara ini. Masalahnya saat itu tahun 1964 sebelum meletus G 30 S PKI dan saat itu sedang konfrontasi dengan negara tetangga, atau lebih dikenal jaman itu sebutan Operasi Dwikora. Bisa dibayangkan kondisi Negara kita saat itu, pesawatpun yang paling baik adalah herkules, sedangkan Negara tetangga mendapat bantuan dari Negara yang lebih maju teknologinya. Namun karena kecintaan dan keberanian, tetap maju terus.
Padahal ke empat wartawan yang sudah mendapat pendidikan kemiliteran sesuai dengan bidang jurnalistik di tempat pelatihan prajurit di Batujajar itu, sudah mengetahui bahwa ke empat wartawan yang sudah terlatih dan mengantongi Wing terjun di medan perang itu disayembarakan untuk ditangkap pihak musuh. Bahkan pihak Malaysia mengumumkan, bahwa siapa saja yang dapat menangkap para wartawan akan mendapat hadiah sebanyak 1.000 (seribu ringgit) tahun 1964 mungkin sangat berharga sekali. Bagi para wartawan ini bernyali besar tetap akan terjun maupun dalam situasi apapun, akhirnya wartawan Hamzah Ibrahim bersama Arifin Zasman disertai 150 orang anggota pasukan PGT (Pasukan Gerak Cepat) sekarang kopaskhas, naik pesawat Hercules dari satu tempat yang sangat dirahasiakan. Sedangkan wartawan lainnya yakni Krisna Harahap dan wartawan Amir Zainun, telah siap dan berada di Pulau Sintang, mereka berdua menunggu rekannya yang sudah berada di awang awang untuk terjun di daerah Serawak. Rupanya keberadaan pesawat yang mengangkut pasukan gerak cepat termasuk dua orang wartawan Bandung itu, telah diendus pihak musuh, sebagaimana keberadaan ke empat wartawan yang akan diterjunkan telah diketahui pihak musuh. Entah bagaimana caranya mereka mampu mengendus kegiatan pihak pasukan dan wartawan. Giliran pesawat yang membawa pasukan dan wartawan sudah terbang merendah di atas Serawak, tiba tiba muncul pesawat pemburu Inggris dan melakukan pengejaran, namun pesawat pemburu tak bisa melakukan pengejaran karena pesawat yang ditumpangi sudah masuk wilayah RI kawasan Medan, Hercules AURI yang terus terbang itu tak bisa membatalkan penerjunan, sehingga pesawat harus memutar arah dan menuju kawasan pulau bali, hal itu kemungkinan cara pilot dan pimpinan lain mempunyai rencana lain sekaligus memastikan bahwa pesawat pemburu masih mengikuti apa tidak. Untuk kedua kalinya pesawat menuju Serawak, dan ketika berada di atas serawak tiba tiba turun hujan lebat menyebabkan 150 pasukan dan wartawan tidak bisa diterjunkan, kendati tidak ada lagi pesawat pemburu. Namun demikian mereka bisa bertugas di daerah perbatasan bersama prajurit lain dan dua wartawan yang terlebih dahulu berada di kawasan itu yakni Krisna Harap dan Amir Zainun. (Dari berbagai sumber/buku melacak sejarah PWI Cab Jabar HUT ke 35 PWI/Sonnihadi) Keterangan gambar: foto paling atas H Hamzah Ibrahim lama menjadi wartawan HU Mandala dan masih menekuni jurnalis di Bandung sebagai wartawan senior. Gambar selanjutnya Pro.DR H Krisna Harahap SH, MH pemilik HU Mandala. Keempat wartawan perang tersebut adalah anggota PWI Cab Jawa Barat.

ikl tengah