ikl-s-1

ikl-fit

Jumat, 27 April 2012

Mengenang Persib tahun 80 an koran mandala


Mengenang persib yang selalu tampil sebagai juara di era kepemimpinan Ateng Wahyudi, menjadikan persib selalu disegani oleh klub klub yang ada di negeri ini. Betapa tidak, setiap tampil persib selalu sebagai pemenang. Entah apa yang menjadikan para pemain persib saat itu sangat bersemangat, menyatu, kekeluargaan dan disiplin. Sering kali tampil di vinal dan merumput di senayan, pulang membawa piala dan kegembiraan. Padahal di era tahun 1982 an itu tidak seperti era tahun 2012, para pemain tampak dipenuhi kebutuhannya. Kalau bicara kemungkinan banyak beberapa hal yang harus dibenahi, yang jelas persib tetap persib terus berjuang meraih kejayaan tahun 1980 an hingga 1990 an.
Kejayaan persib tahun itu membuat Walikota Bandung yang saat itu dijabat oleh Ateng Wachyudi, sampai membuat sebuah patung Adjat Sudrajat yang ditempatkan di simpang empat Tamblong-Sumatera-Bungsu-Embong. Sampai kini patung itu berdiri kokoh mengingat kejayaan persib yang saat itu para pahlawannya adalah Adjat Sudrajat, Ateng Hudaya, Sukowiyono, Jajang, Robby Darwis, Encas Tonif, Dede,Yusuf Bachtiar, Suryamin, , Boyke Adam, Sobur, Iwan Sunarya dan kawan kawan lainnya, selalu bermain sportif yang tinggi. Bahkan banyak orang mengatakan, kalau bola melambung ti daerah kotak pinalti dan ada Adjat Sudrajat, walaupun dalam kemelut bola sudah dapat dipastikan Adjat Sudrajat mampu menyundul bola masuk gawang.
Kalau saja persepakbolaan di negeri ini seperti dulu menjungjung tinggi sportifitas dan kini ditambah dengan kesejahteraan yang cukup baik termasuk sejalan dengan teknologi yang semkin maju, juga para pengurusnya mampu cukup dekat dengan para pemain, dapat diyakinkan dunia si kulit bundar akan lebih enak ditonton masyarakat luas ditambah dengan supporter tidak lagi beringas. Jangan lupa lagi kepada mereka yang menjadi pengasuh seperti Indra Tohir, Sunandar, Suhendar, tampanya mereka seperti yang sudah "dilupakan" Padahal taktik dan ilmu yang membawa persib ke rumput hijau di senayan adalah mereka, tidak ada salahnya diminta pendapat atau pemberi semangat. Demikian juga mereka yang pernah berlaga di lapangan kenapa tidak dijemput saja untuk berbagi pengalaman, seperti si penjaga gawang Sobur yang jarang kebobolan (Sonnihadi)

Kamis, 26 April 2012

Wartawan perang koran HU Mandala Bandung


Untuk menjadi wartawan perang, tidak mudah seperti halnya era teknologi. Ada dana sendiri perlengkapan secukupnya, naik pesat dan turun kemudian ke lapangan. Namun di era tahu 60 an, lain lagi wartawan dipilih kemudian mendapat didikan khusus di kemiliteran. Di Kota Bandung hanya ada 4 orang. Terpilih dan dianggap memenuhi syarat dari berbagai hal termasuk fisik juga keberanian dan abdi Negara. Mereka adalah Hanxah Ibrahim (Harian Karya), Krisna Harahap (Harian Banteng), Amir Zainun “Pikiran Rakyat” dan Arifin Azman (Warta Bandung). Keberanian para wartawan ini, bukan saja masih muda dan enerjik namun juga kecintaannya kepada negara ini. Masalahnya saat itu tahun 1964 sebelum meletus G 30 S PKI dan saat itu sedang konfrontasi dengan negara tetangga, atau lebih dikenal jaman itu sebutan Operasi Dwikora. Bisa dibayangkan kondisi Negara kita saat itu, pesawatpun yang paling baik adalah herkules, sedangkan Negara tetangga mendapat bantuan dari Negara yang lebih maju teknologinya. Namun karena kecintaan dan keberanian, tetap maju terus.
Padahal ke empat wartawan yang sudah mendapat pendidikan kemiliteran sesuai dengan bidang jurnalistik di tempat pelatihan prajurit di Batujajar itu, sudah mengetahui bahwa ke empat wartawan yang sudah terlatih dan mengantongi Wing terjun di medan perang itu disayembarakan untuk ditangkap pihak musuh. Bahkan pihak Malaysia mengumumkan, bahwa siapa saja yang dapat menangkap para wartawan akan mendapat hadiah sebanyak 1.000 (seribu ringgit) tahun 1964 mungkin sangat berharga sekali. Bagi para wartawan ini bernyali besar tetap akan terjun maupun dalam situasi apapun, akhirnya wartawan Hamzah Ibrahim bersama Arifin Zasman disertai 150 orang anggota pasukan PGT (Pasukan Gerak Cepat) sekarang kopaskhas, naik pesawat Hercules dari satu tempat yang sangat dirahasiakan. Sedangkan wartawan lainnya yakni Krisna Harahap dan wartawan Amir Zainun, telah siap dan berada di Pulau Sintang, mereka berdua menunggu rekannya yang sudah berada di awang awang untuk terjun di daerah Serawak. Rupanya keberadaan pesawat yang mengangkut pasukan gerak cepat termasuk dua orang wartawan Bandung itu, telah diendus pihak musuh, sebagaimana keberadaan ke empat wartawan yang akan diterjunkan telah diketahui pihak musuh. Entah bagaimana caranya mereka mampu mengendus kegiatan pihak pasukan dan wartawan. Giliran pesawat yang membawa pasukan dan wartawan sudah terbang merendah di atas Serawak, tiba tiba muncul pesawat pemburu Inggris dan melakukan pengejaran, namun pesawat pemburu tak bisa melakukan pengejaran karena pesawat yang ditumpangi sudah masuk wilayah RI kawasan Medan, Hercules AURI yang terus terbang itu tak bisa membatalkan penerjunan, sehingga pesawat harus memutar arah dan menuju kawasan pulau bali, hal itu kemungkinan cara pilot dan pimpinan lain mempunyai rencana lain sekaligus memastikan bahwa pesawat pemburu masih mengikuti apa tidak. Untuk kedua kalinya pesawat menuju Serawak, dan ketika berada di atas serawak tiba tiba turun hujan lebat menyebabkan 150 pasukan dan wartawan tidak bisa diterjunkan, kendati tidak ada lagi pesawat pemburu. Namun demikian mereka bisa bertugas di daerah perbatasan bersama prajurit lain dan dua wartawan yang terlebih dahulu berada di kawasan itu yakni Krisna Harap dan Amir Zainun. (Dari berbagai sumber/buku melacak sejarah PWI Cab Jabar HUT ke 35 PWI/Sonnihadi) Keterangan gambar: foto paling atas H Hamzah Ibrahim lama menjadi wartawan HU Mandala dan masih menekuni jurnalis di Bandung sebagai wartawan senior. Gambar selanjutnya Pro.DR H Krisna Harahap SH, MH pemilik HU Mandala. Keempat wartawan perang tersebut adalah anggota PWI Cab Jawa Barat.

Surat kabar Harian Umum Mandala Bandung


Ini adalah koran terbitan Bandung, beredar di seluruh pelosok Jawa Barat bahkan terakhir juga sampai ke Sulawesi, Brunai dan daerah Jambi. Saat itu tahun 1987, padahal koran ini koran yang termasuk yang dikonsumsi oleh masyarakat Jawa Barat. Banyak pewarta yang tergabung di koran ini, terutama yang berada di daerah daerah Jawa Barat memiliki perwakilan. Sampai sekarang tahun 2012, sebagian masih menggeluti profesi sebagai wartawan, demikian juga penulis tetap atau kartunis tetap, mereka masih eksis. Namun juga tidak sedikit mereka yang telah wafat karena faktor usia dan hal lain. Tidak heran kalau para karyawan/ti maupun wartawan/ti mereka yang pernah bergabung di koran HU Mandala, kebanyakan berhasil ketimbang terpuruk. Hal itu banyak dirasakan oleh para karyawan semuanya, bekerja di media yang satu ini ditempa bekerja sangat "serius" sehingga begitu bubar koran ini masing masing mampu berdiri sendiri maupun melanjutkan ke media lain. Mereka tidak perlu disebutkan, siapa yang sudah menjadi pejabat, pengusaha berhasil, pewarta yang berhasil dan banyak hal lainnya yang membuat mantan mantan atau sebut saja reruntuk HU Mandala. Hanya saya percaya mereka mengakui pelajaran atau pembelajaran di koran yang satu ini begitu baik dan sangat bermanfaat. Termasuk saya sendiri, sangat benyak pengalaman yang diterima berkat pemimpin saat itu Bang Haji Krisna Harahap SH MH kini ( Prof. DR H Krisna Harahap, SH. MH ) Pembelajaran sangat berharga adalah kalimat" wartawan datang ke redaksi harus bawa berita, jangan mencoba menjawab tidak ada " itulah kalimat yang sampai saat ini selalu jadi pemicu untuk mendapatkan berita, karena menurutnya begitu keluar rumah berita sudah ada di kiri dan kanan. Masih banyak pembelajaran yang telah dibukukan hingga jaman apapun, pelajaran itu yakin akan terus dipergunakan. Kalimat lain yang masing terngiang dan terbukti adalah " Kalian sekarang wajib bekerja keras, optimalkan kemampuan kalau kurang terus belajar dan terus belajar.Kelak akan terbukti kerja tidak usah datang ke kantor bisa bangun tidur langsung bekerja, mengirim berita maupun foto tak perlu pakai pos atau fax, nanti tinggal pijit sudah sampai" kayanya. Memang benar saat itu tahun 80 an hp pun belum beredah di masyarakat, apalagi komputer masih barang langka. Tapi kini 2012 teknologi semakin pesat. Kini kenyataan, terimakasih pak Haji sebagai bapak dan guru segalanya. Memang pembelajaran terus harus dilakukan, salah satunya adalah ketika harus meliput berita pembukaan SEA Games XIV di Senayan Jakarta yang saat itu diikuti oleh 8 negera se Asia Tenggara. Terbayang pembukaan oleh Presiden Soeharto harus memiliki ID yang susah diperoleh, namun tetap berhasil mengabadikan suasana. Bisa terbayangkan begitu susahnya, ketika mau keluar sebelum waktu pembukaan selesai karena hasil pemotretan harus diterima sebelum pukul 24.00 karena ditunggu terbit. Begitu melangkah keluar gedung megah itu, harus berlahi mencari taksi arah Cililitan (saat itu) maklum datang ke pesta besar itu tidak mempergunakan kendaraan sendiri maupun kendaraan kantor. Sepanjang jalan di dalam bus harus membuka film dan mencucinya, karena mengejar waktu jadi sesampainya di redaksi film negatif sudah kering dan langsung masuk kamar gelap dan mencetak. Teman teman di redaksi sudah siap masing masing pekerjaan. Tidak sampai itu, karena melihat hasil koran terbit dan baru hati lega setelah pagi hari di beberapa sudut kota banyak membaca koran. Itulah kepuasan bathin, hasil kerja susah payah terobati dengan pemandangan beberapa orang mengerubuti koran. Kalau sekarang jamannya teknologi begitu pesat, tak usah berlari ke redaksi. Tinggal enter saja berita dan foto sudah jadi, bahkan media elektronik bisa langsung tayang itulah teknologi, bahkan banyak yang berkomentar koran maupun majalah tinggal menunggu saatnya hilang, karena sudah ada media on line. Apakah anda termasuk yang percaya bahwa media cetak akan menghilang ? rupanya tidak mungkin karena media cetak adalah bisa dilihat kapan saja dan disimpan serta tentunya mudah di "kilo" dijual ..... silahkan koment kalau ada yang menambah ceritera ini, atau bagian dari cerita ini.

Rabu, 25 April 2012

Koran Mandala Bandung


Ini adalah Koran yang paling berani mengetengahkan berbagai berita, pada jamannya antara tahun 1970 sampai 1990. Tidak heran pada jaman orde baru itu kerap kali kantor redaksi dijaga polisi dan beberapa kesatuan, maklum koran yang satu ini memiliki armada (reporternya) banyak sekali dan selalu bersemangat mengejar berbagai peristiwa, baik itu yang menyangkut para pejabat maupun masyarakat yang perlu mendapat bantuan dari segi keadilan dalam pemberitaan. Saat itu sangat sulit untuk menjadi seorang wartawan, bahkan harus berjuang memdapatkan berita yang bisa dibaca masyarakat luas. Tidak hanya disitu, semua penulis maupun wartawan tidak mudah mendapatkan identitas, ada jenjang waktu seolah pembelajaran dari berbagai situasi. Tidak ada wartawan yang mendapatkan tanda pengenal atau sebut saja kartu pers dalam waktu satu tahun, rata rata 3 tahun baru mendapat kartu "pembantu wartawan" itu pun hanya berlaku 3 bulan, kalau salah langkah jalan satu satunya di "pecat". Apalagi untuk masuk organisasi yang saat itu hanya ada satu yang diakui pemerintah, yaitu PWI (Persatuan Wartawan Indonesia). Untuk mendapatkan ini sangat sulit karena berbagai syarat harus dipenuhi, dan melalui KLW atau sebut saja karya latihan wartawan. Sehingga tidak heran wartawan jaman itu hingga era reformasi banyak yang berhasil dalam bidang apa saja, baik menjadi pengusaha, politikus, budayawan, penerbit dan banyak lagi. Namun tetap saja yang tidak berhasil atau belum menemukan keberhasilan tidak sedikit juga, banyak anak anak para karyawan setelah ditinggal orangtuanya tidak terurus bahkan ada yang menjadi pengamen jalanan. Koran Harian Umum Mandala, memang mulai ada perubahan keberuntungannya sejak jamannya alm Soedomo menjadi Pangkobkamtib. Karena saat itu terjadinya peristiwa yang menggegerkan "dunia" betapa tidak, banyaknya para bromocorah hilang dan mayatnya ditemukan di dalam karung dan digeltakkan di pinggir jalan. Saat itulah koran yang berani memberitakan kejadian kejadian penembakan misterius hanya beberapa koran di Bandung dan di daerah lainnya, namun HU Mandala saat itu ketiban rejeki karena setiap hari menyuguhkan preman preman atau jago jago di daerah tewas di dalam karung. Itulah sejarah koran ini terlaris dan menggeser koran koran "raksasa" baik nasional maun daerah, masyarakat lebih memilih membeli koran "merah" istilah di peredaran karena informasi tentang siapa lagi yang jadi sasaran penembak misterius. Pengalaman memang segala galanya, wartawan tak kecuali piket siang malam, baik itu di kantor polisi, daerah rawan sampai harus tidur di kamar mati RSHS, Imanuel. Tapi biasanya kalau ada mayat dalam karung selalu dikirim ke RSHS.
Sangat menyenangkan walau melelahkan, betapa tidak tengah malam mendengar kabar sesosok mayat ditemukan di pinggir jalan sepi, dan ketika ditelusuri oleh beberapa wartawan memang benar ada, disaat itulah semuanya mulai berburu moment terjadilah berbagai lampu kilat disana sini mengundang masyarakat setempat berdatangan. Itulah salah satu pekerjaan yang sangat menguras tenaga, tanpa dilengkapi oleh peralatan canggih seperti sekarang, motretpun cukup pake hp kirim pake sms, teman banyak honor lumayar besar. Tapi jaman itu lebih puas melihat hasil kerja muncul di koran dengan tertera nama, itulah kebanggan. Nah untuk ceritera selanjutnya, akan saya teruskan apabila ada pembaca yang memberi komentar atau sedikit pertanyaan, pesan dll. Tolong kepada rekan seprofesi yang pernah menjadi penulis, wartawan/foto, karyawan, beri koment apapun kalimatnya sangat berterimakasih.(Sonnihadi)

Senin, 23 April 2012

Guru honorer digorok di kamar mandi


Karawang, Majalahmahardika.com.- Seorang guru honorer ditemukan tewas mengenaskan, dengan leher seperti disayat benda tajam. Belum diketahui jelas motif yang menyebabkak laki laki tersebut tewas dengan bersimbah darah di dalam kamar mandi (23/4) Agus Wahid (35) tinggal di kampung Tempuran, Karawang Jawa Barat diketahui sudah membujur kaku di kamar mandi oleh kedua orang tuanya yang kebetulan lewat di rumah korban dan memanggil nama korban tidak menyahut, kemudian masuk ke dalam rumah dan mendapatkan korban sudah tergeletak bersimbah darah. Jeritan orangtua korban yang saat itu menjelang magrib membuat masyarakat sekitar kampung tempuran berdatangan,dan mendapatkan kedua orangtua korban sedang meronta sambil menjerit histeris tidak jauh dari mayat korban yang bersimbah darah. Warga setempat saat itu juga langsung melaporkan ke Polsek Tempuran dan selanjutnya di TKP ditemukan beberapa alat bukti untuk bahan penyedikan, sedangkan saat itu juga mayat korban dibawa ke rumah sakit terdekat untuk mendapatkan visum et repertum. Pihak kepolisian tidak bisa menyimpulkan sabab musabab terjadinya korban sudah menjadi mayat, yang jelas pihak kepolisian masih mengumpulkan barang bukti. Apalagi mendengar ceritera dari warga setempat, bahwa korban selama ini dikenal sebagai orang baik dan tidak memiliki musuh. Kepala UPTD Pendidikan Tempuran Karawang Drs. Ana Juana yang menyempatkan diri datang ke tempat kejadian, pihaknya merasa prihatin dengan kejadian yang menimpa korban harus meninggal dengan cara yang sangat tidak manusiawi. Demikian juga beberapa rekan korban yang datang di olah TKP mengatakan, heran dan korban dikenal sebagai guru yang pendiam dan tidak memiliki musuh atau disenangi para temen temen.(SY/Karawang)

Bangunan SDN Kutagandok Karawang Nyaris Roboh


Karawang, Majalahmahardika.com.- Dunia pendidikan yang terus di perhatikan pemerintah guna menciptakan kualitas penerus bangsa yang tepat guna demi terwujudnya cita cita negeri ini memang terus berlanjut dan di galakan di setiap sektor, tapi sayangnya pemerintah sering melupakan tentang kualitas pisik bangunan yang digunakan untuk sarana belajar dan mengajar di gedung sekolah tersebut, Seperti halnya kondisi gedung SDN KUTAGANDOK II yang sangat memprihatinkan untuk kegiatan sistem belajar dan mengajar, mungkin sewaktu waktu akan roboh dengan sendirinya, apabila kalau tidak segera disentuh oleh para penguasa untuk memperbaikinya Kepala sekolah yang mendiami gedung reyot itu menyatakan, kami juga sangat prihatin dan kadang timbul rasa ngeri kalo lagi mengajar takut terjadi hal yang tidak di inginkan misalnya ambruk mendadak Sekolah ini didirikan tahun 1980 dan belum mengalamiperbaikan atau rehab apapun, beda sekali dengan sekolah yang lain yang sering mendapatkan perbaikan sekolah baik secara total maupun rehab kecil, kata kepsek SDN kutagandok II yang bertempat di wilayah kecamatan kutawaluya. Sering kami mengajukan perbaikan pembangunan gedung sekolah tapi tidak pernah dapat, entah kenapa padahal di wilayah ini SDN ini sering mendapatkan prestasi bagi murid yang ada, sayang pemerintah tidak pernah memperhatikan bangunan gedung tersebut, kalo terus begini dan gedung ini di biarkan begitu saja bisa mengundang bahaya bagi para siswa dan guru yang mengajar., tambahnya ( SY )

ikl tengah