Ini adalah Koran yang paling berani mengetengahkan berbagai berita, pada jamannya antara tahun 1970 sampai 1990. Tidak heran pada jaman orde baru itu kerap kali kantor redaksi dijaga polisi dan beberapa kesatuan, maklum koran yang satu ini memiliki armada (reporternya) banyak sekali dan selalu bersemangat mengejar berbagai peristiwa, baik itu yang menyangkut para pejabat maupun masyarakat yang perlu mendapat bantuan dari segi keadilan dalam pemberitaan.
Saat itu sangat sulit untuk menjadi seorang wartawan, bahkan harus berjuang memdapatkan berita yang bisa dibaca masyarakat luas. Tidak hanya disitu, semua penulis maupun wartawan tidak mudah mendapatkan identitas, ada jenjang waktu seolah pembelajaran dari berbagai situasi. Tidak ada wartawan yang mendapatkan tanda pengenal atau sebut saja kartu pers dalam waktu satu tahun, rata rata 3 tahun baru mendapat kartu "pembantu wartawan" itu pun hanya berlaku 3 bulan, kalau salah langkah jalan satu satunya di "pecat". Apalagi untuk masuk organisasi yang saat itu hanya ada satu yang diakui pemerintah, yaitu PWI (Persatuan Wartawan Indonesia). Untuk mendapatkan ini sangat sulit karena berbagai syarat harus dipenuhi, dan melalui KLW atau sebut saja karya latihan wartawan.
Sehingga tidak heran wartawan jaman itu hingga era reformasi banyak yang berhasil dalam bidang apa saja, baik menjadi pengusaha, politikus, budayawan, penerbit dan banyak lagi. Namun tetap saja yang tidak berhasil atau belum menemukan keberhasilan tidak sedikit juga, banyak anak anak para karyawan setelah ditinggal orangtuanya tidak terurus bahkan ada yang menjadi pengamen jalanan.
Koran Harian Umum Mandala, memang mulai ada perubahan keberuntungannya sejak jamannya alm Soedomo menjadi Pangkobkamtib. Karena saat itu terjadinya peristiwa yang menggegerkan "dunia" betapa tidak, banyaknya para bromocorah hilang dan mayatnya ditemukan di dalam karung dan digeltakkan di pinggir jalan.
Saat itulah koran yang berani memberitakan kejadian kejadian penembakan misterius hanya beberapa koran di Bandung dan di daerah lainnya, namun HU Mandala saat itu ketiban rejeki karena setiap hari menyuguhkan preman preman atau jago jago di daerah tewas di dalam karung.
Itulah sejarah koran ini terlaris dan menggeser koran koran "raksasa" baik nasional maun daerah, masyarakat lebih memilih membeli koran "merah" istilah di peredaran karena informasi tentang siapa lagi yang jadi sasaran penembak misterius.
Pengalaman memang segala galanya, wartawan tak kecuali piket siang malam, baik itu di kantor polisi, daerah rawan sampai harus tidur di kamar mati RSHS, Imanuel. Tapi biasanya kalau ada mayat dalam karung selalu dikirim ke RSHS.
Sangat menyenangkan walau melelahkan, betapa tidak tengah malam mendengar kabar sesosok mayat ditemukan di pinggir jalan sepi, dan ketika ditelusuri oleh beberapa wartawan memang benar ada, disaat itulah semuanya mulai berburu moment terjadilah berbagai lampu kilat disana sini mengundang masyarakat setempat berdatangan.
Itulah salah satu pekerjaan yang sangat menguras tenaga, tanpa dilengkapi oleh peralatan canggih seperti sekarang, motretpun cukup pake hp kirim pake sms, teman banyak honor lumayar besar. Tapi jaman itu lebih puas melihat hasil kerja muncul di koran dengan tertera nama, itulah kebanggan.
Nah untuk ceritera selanjutnya, akan saya teruskan apabila ada pembaca yang memberi komentar atau sedikit pertanyaan, pesan dll.
Tolong kepada rekan seprofesi yang pernah menjadi penulis, wartawan/foto, karyawan, beri koment apapun kalimatnya sangat berterimakasih.(Sonnihadi)
Saya sekitar tahun 1991 pernah PKL di Harian ini dan saya sangat berterima kasih atas ilmu yang diberikan, utamanya kepada Bapak dan juga Bapak Surya Dharma.
BalasHapusMemang sudah lama sekali tapi masih seperti kemarin lusa
Salam buat Bapak juga Bapak Surya Dharma serta semuanya yang mungkin masih ingat saya.